Sunday, January 16, 2011

SEJARAH LAHIRNYA TASAWUF

SEJARAH LAHIRNYA TASAWUF

A. Asal Mula Tasawuf

Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang utama (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in). Istilah ini baru muncul sesudah zaman tiga generasi ini. Abdul Hasan Al Fusyandi mengatakan, "Pada zaman Rasulullah saw, tasawuf ada realitasnya, tetapi tidak ada namanya. Dan sekarang, ia hanyalah sekedar nama, tetapi tidak ada realitasnya."
Ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta generasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas rohani lainnya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah dan mutasawwifin. Insan pilihan inilah kemudian yang mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang ini.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa orang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.”
Pernyataan ulama dari kalangan tabi'in ini bisa menjadi acuan bagi kita. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw, seperti sikap Zuhud, Wara’ , Qona'ah, Taubat, Ridho, Sabar, dll. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf.
Kelahiran tasawuf memiliki banyak fersi. Secara historis, yang pertama kali menggunakan istilah tasawuf adalah seorang zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi dari Irak (w.150 H). Ada anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan bersamaan dengan lahirnya Islam, tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan perpaduan dari bebagai ajaran agama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa mula-mula munculnya sufisme adalah dari Basrah di Irak. Di Basrah terjadi sikap berlebih-lebihan dalam kezuhudan dan ibadah yang tidak pernah ada di kalangan semua warga kota lainnya.
Ibnul Jauzi mengemukakan istilah sufi muncul sebelum tahun 200H. Ketika pertama kali muncul banyak orang yang membicarakannya dengan berbagai ungkapan. Alhasil, tasawuf dalam pandangan mereka merupakan latihan jiwa dan usaha mencegah tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian di dunia dan pahala di akherat.

B. Sumber Tradisi dalam Kehidupan Tasawuf

Dilihat dari metode dan tata cara pengamalan tasawuf, maka dapat dikatakan bahwa ia adalah salah satu ajaran Islam yang bersifat universal. Imam Al-Ghazali pun mengungkapkan bahwa pola hidup Nabi Musa dan Nabi Isa sebagai tauladan sufi. Beliau pun mengatakan bahwa kedua Nabi tersebut di atas sebagai guru spiritual yang mengajarkan hikmah yang sangat mendalam dalam mencintai Tuhan.
Sesungguhnya ajaran tasawuf bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, lalu dilaksanakan oleh sahabat Ahlu al-Suffah, dibawah bimbingan Rasulullah saw, yang berjumlah tidak kurang dari 300 orang dan tidak lebih dari 400 sahabat; antara lain Abu Dharr Al-Ghifari, Abu Musa Al-Asy’ari, Salman Al-Farisi dan sebagainya.
Ketika ajaran tersebut berkembang pada awal abad ke III H, tradisi dari berbagai agama di luar islam dan pemikiran filsafat, semakin banyak yang mewarnai tata cara pelaksanaan ajaran Tasawuf, karena ketika itu, kitab-kitab agama lain dan filsafat sudah banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, sehingga dapat menjadi referensi dalam mengembangkan ajaran Tasawuf pada masa-masa berikutnya.
Ada beberapa tradisi pengamalan ajaran Tasawuf yang bersumber dari beberapa ajaran, antara lain:
1. Dari Tradisi Agama Kristen
Kebiasaan Nabi Isa as (yang dianggap Yesus) berpuasa di siang hari, lalu beribadah sepanjang malam memotivasi Sufi yang ekstrem menjalankan puasa selama-lamanya, lalu sepanjang malam diisi dengan pelaksanaan shalat dan berdzikir.
Maryam sendiri sebelum melahirkan Isa as, termasuk anggota biarawati (semacam peserta tasawuf dalam Islam), di bawah bimbingan nabi Zakariya sangat menekuni ajaran spiritual, berpuasa pada siang hari, berdzikir dan bertafakkur di malam hari. Kemudian perkembangan agama Kristen pada masa berikutnya, para pendeta (rahib) semakin banyak yang menekuni kehidupan spiritual dengan cara zuhud dan bertapa, untuk menunjukkan kecintaannya kepada Tuhan-nya.

2. Dari Tradisi Agama Hindu-Budha
Ajaran Hindu-Budha sangat menonjol dalam tata cara pelaksanaan Tasawuf yang dianut oleh aliran Tasawuf Irfani; misalnya Abu Yazid Al-Bustami dengan ajaran ittihadnya, Al-Hallaj dengan ajaran hululnya dan Ibnu ‘Arabi dengan ajaran wahdatul wujudnya.
Ajaran Hindu mendorong manusia agar menyatukan jiwanya dengan dewa, yang disebut penyatuan Atman dengan Brahman, yang sama dengan ittihad, hulul, dan wahdatul wujud dalam Tasawuf islam. Sedangkan ajaran Budha mendorong untuk mencapai nirwana, dengan cara meninggalkan kehidupan dunia atau berkontemplasi (bersemedi), untuk meniadakan dirinya, yang dalam Tasawuf Islam dikenal dengan sebutan fana’ dan baqa’.

3. Dari Pengaruh Pemikiran Filsafat Mistik Pytagoras
Pytagoras (hidup 580-500 SM) berpendapat bahwa roh manusia bersifat kekal, yang selalu ingin menempati surga. Tetapi tidak dapat menempati surga bila telah dikotori oleh jasmani yang sangat menyenangi kehidupan duniawi. Ajaran zuhud dan Wara’ berasal dari teori tersebut, lalu diperkuat oleh beberapa hadits antara lain mengatakan: “Dunia merupakan penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi orang kafir.” HR.Ahmad dan Muslim, yang bersumber dari Abu Hurairah.

4. Dari Pengaruh Pemikiran Filsafat Neo-Platonisme
Pemikiran Plotinus (meninggal 270 M) di Iskandariyah, yang juga terkenal dengan teori emanasinya yang mempengaruhi juga perkembangan Tasawuf Islam. Teori tersebut mengatakan bahwa segala yang ada merupakan pancaran dari Dzat Yang Maha Esa, dan sesuatu tersebut akan kembali lagi kepada-Nya. Karena itu, disyariatkan mensucikan diri dari kotoran duniawi dengan cara meninggalkannya, sehingga ia dapat menyatu dengan-Nya. Ajaran zuhud dan wara’ dalam Tasawuf dipengaruhi juga oleh teori tersebut, walaupun sebenarnya sudah tercantum dalam Al-Qur’an pada surah Al-An’am ayat 32, surah Al-Ankabut ayat 64, surah Muhammad ayat 36 dan surah Al-Hadid ayat 20. Serta diperkuat hadits yang berbunyi: “Tempatnya cambuk di surga masih lebih bagus daripada dunia dan isinya.” (HR.Ibnu Jarir)
Sebenarnya pengaruh dari luar Islam tidak terlalu banyak dalam zuhud dan wara’ pada Tasawuf, karena telah dinashkan di dalam Al-Qur’an dan hadits. Yang paling dipengaruhi oleh ajaran atau tradisi dari luar Islam adalah ajaran penyatuan wujud, yang disebut ittihad , hulul , dan wahdatul wujud. Bahkan Abu Yazid mengatakan: “Maha suci aku, maha suci aku, alangkah agungnua aku”.Al-Hallaj pun mengatakan: “Aku adalah Tuhan, tiada Tuhan kecuali aku”. Ibnu Al-‘Arabi mengatakan: “Sesungguhnya Allah dapat menempatkan dirinya pada setiap manusia dalam bentuk ketuhanan-Nya.
Hal tersebut menjadi sorotan penganut aliran Tasawuf Sunni, antara lain Al-Ghazali dengan mengatakan bahwa tidak pernah terjadi ada hamba yang dapat menyatu dengan Tuhannya, lalu ia menjadi Tuhan. Karena hamba berposisi sebagai tercipta sementara Allah pencipta dari hamba. Kedua wujud ini tidak dapat melebur menjadi satu wujud, kecuali hamba hanya bisa mendekati Tuhannya. hamba hanya bisa mendekati Tuhannya yang disebut al-Qarib oleh al-Jilli.

C. Pertumbuhan dan Pembentukan Tasawuf di Awal Islam

Tasawuf tumbuh sejak zaman Nabi dan sahabat besar, meskipun ketika itu belum disebut ajaran Tasawuf. Dan berkembang sejak zaman tabi’in dan tabi’i al-tabi’in. Rasulullah SAW tidak hanya membawa misi kerasulan, tetapi ia juga mambawa misi kewalian, dimana Beliau sudah mencapai tingkatan wali besar (al-walayatu al-kubra). Sama halnya dengan Nabi Ibrahim, tetapi Nabi Musa tidak termasuk wali besar menurut Al-Jilli, karena itu ia masih harus belajar tentang ilmu hikmah kepada Haydir sebagai wali besar.
Orang awam hanya mencontoh kehidupan agama yang dilakukan oleh Muhammad sebagai Nabi dan Rasul, tetapi seorang sufi mencontoh kehidupan Muhammad sebagai wali besar, dengan cara menjalankan seluruh kewajiban berat yang disandang oleh Rasulullah saw.
Sebelum menjadi Rasul, Muhammad telah mempraktekkan kehidupan Tasawuf dengan cara menyepi di Gua Hira selama satu bulan, untuk memperoleh inspirasi dari Allah swt, hingga turun ayat pertama; yaitu surah Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Ketika Beliau hijrah ke Madinah, kehidupan spiritualnya semakin ditingkatkan dengan mengurangi tidur dan mengurangi makan. Mengurangi tidur dengan cara memperbanyak shalat malam, sedangkan mengurangi makan dengan cara memperbanyak puasa sunah, serta mengamalkan ajaran zuhud dan wara’, dengan cara meninggalkan kesenangan dunia. Seluruh istrinya pernah menceritakan kesederhanaan hidup beliau, mulai dari tempat tidurnya, pakaian dan makanannya, yang menggambarkan dirinya sebagai sosok yang sangat sederhana hidupnya, maka inilah yang dicontoh oleh para sahabat, tabi’in dan tabi’i al-tabi’in serta kaum sufi dalam menekuni kehidupan.
Beliau menganjurkan kehidupan sederhana dan melarang kehidupan mewah, antara lain dalam hadits:
“Tinggalkan kehidupan dunia, pasti engkau akan dicintai Allah. Tinggalkan juga ketertarikan pada sesuatu yang sudah dimiliki oleh orang lain, pasti mereka mencintaimu” (HR.Ibnu Majah)
Hal ini pun tercermin dari kehidupan para sahabat Rasulullah SAW; diantaranya Abu Bakar Al-Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Meskipun sebelumnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman adalah sahabat Nabi yang pernah menyembah berhala sebelum masuk Islam. Ketika mereka mandapatkan hidayah, mereka pun menjadi pengikut Rasulullah SAW yang setia hingga akhir hayat.
Diantara para sahabat, tabi’in dan tabi’i al-tabi’in yang menumbuhkan sikap tasawuf antara lain: Abu Bakar Al-Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Thalib, Abu Hurrairah, Salman Al-Farisi, Abu Dharr Al-Ghifari, Miqdad Bin Aswad, Hudhayfah Bin Al-Yaman, Uways al-Qorony, dsb.
Selengkapnya...

STUDI KAWASAN DAN ISLAM DEWASA INI

I. ISLAM DI AFRIKA TIMUR, ASIA TENGGARA, DAN CINA

Pada kesempatan ini, kita akan membicarakan Islam dengan pendekatan studi kawasan. Adapun kawasan yang dipilih pada bagian ini adalah Afrika Timur, Asia Tenggara dan Cina. Negara-negara itu dipilih karena mewakili wilayah Afrika dan Asia.

A. Islam di Afrika Timur

Daerah yang termasuk Afrika Timur pada abad ke-10 sampai ke-19 mencakup Sudan, Ethiopia, dan Somalia. Pada abad ke-20, wilayah ini tidak mengalami banyak perubahan, kecuali adanya wilayah yang memisahkan diri dari Ethiopia setelah bencana kekeringan dan kelaparan, yaitu Eriteria.

Pada kesempatan ini kita akan membicarakan Islam di Afrika Utara, khususnya Sudan. Dalam sejarahnya, Sudan Timur (Negara Sudan Modern) memisahkan diri dari Sudan Tengah. Sudan Timur berhutang kepada fakta bahwa Islam menyebar sampai ke sudan Timur dari Mesir. Arab menguasai Mesir pada tahun 641 H. Gelombang Arab pertama yang mendiami Mesir terjadi pada abad 9 M. Kemudian terjadi perkawinan antara Arab dengan penduduk pribumi. Penetrasi Arab abad 9 M ini diikuti oleh Mamluk. Pada tahun 1317, Gereja Dongola diubah menjadi masjid. Kemudian Islam disebarkan hampir ke seluruh daerah oleh Arab keturunan.
Sementara itu, di Funj terdapat Kerajaan Kristen. Pada tahun 1504 M, Raja Amara Dunqas, yang mendirikan kota Sinar sebagai ibukota Kerajaan Funj, dikalahkan oleh Arab Muslim. Dari kota itu, dilakukan hubungan perdagangan dengan Mesir.
Islam disebarkan di Funj tidak hanya oleh elite politik dan masyarakat pedagang, tetapi juga didukung oleh migrasi sarjana-sarjana Muslim dan orang-orang suci ke berbagai daerah di Funj. Pada abad ke-16, perlindungan di Funj menarik bagi sarjana-sarjana dari Mesir, Afrika Utara, dan Arabia. Mereka adalah orang-orang suci secara local dikenal dengan faqisyang merupakan sarjana di bidang Al-Qur’an, fikih, dan tasawuf. Orang-orang suci ini kemudian mendirikan sekolah-sekolah yang mengajarkan berbagai ilmu agama: tafsir, fikih, dan teologi.
Pada abad ke-18, Kerajaan Funj mengalami disintegrasi. Sistem perkawinan yang berada di bawah naungan kekuasaannya ikut hancur; kerajaan-kerajaan local memperoleh otonomi. Di samping itu, para sultan juga kehilangan kehilangan kekuasaan kontrolnya terhadap perdagangan. Akhirnya pada tahun 1820-1821 Kerajaan Funj berada di bawah Mesir yang kemudian di Funj diperkenalkan administrasi Negara baru dan tendensi keagamaan Islam yang baru pula.
Arabisasi dan Islamisasi Funj selanjutnya mengikuti perluasan Islam dan kerajaan-kerajaan di selatan dan barat. Di Darfur, pada abad ke-16, didirikan kerajaan baru, Keira yang merupakan Negara kecil yang multi etnik. Negara Keira mewarisi konsep Sudan tentang Negara ketuhanan yang kehidupan sehari-harinya diatur dan dibatasi oleh ritual agama penyembah berhala. Antara tahun 1660 dan 1680, Sulaiman menjadikan Islam sebagai agama kerajaan, membangun masjid-masjid, dan menambahkan prinsip-prinsip syariah dalam legitimasi. Bahasa Arab menjadi bahasa kearsipan.
Pada akhir abad ke-18, ‘Abd al-Rahman al-Rasyid menggabungkan Sultan Darfur yang kemudian disebut al-Fashir. Penggabungan Darfur disertai dengan Islamisasi yang didukung oleh para pedagang dan para sufi dari Sudan, Mesir, Arabia, dan Afrika Barat. Di Darfur Timur, orang-orang suci menikah dengan wanita setempat dan membuka tempat pengajaran beserta masjid. Anak laki-laki tinggal bersama faqis untuk belajar; alumninya yang kembali ke tempat asalnya kemudian mengajarkan agama.
Islam di Sudan disebarkan oleh orang-orang suci dari Mesir dan Arab dengan pendekatan kultural dan struktural. Pendekatan kultural diwujudkan dengan menyelenggarakan pendidikan agama di sekolah-sekolah dan masjid; dan melalui pernikahan para faqis dengan wanita setempat. Sedangkan pendekatan structural adalah melalui usaha secara politik. Dukungan struktural berhasil menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa kearsipan, bahkan sultan membentuk administrasi peradilan Islam.

B. Islam di Asia Tenggara
Istilah Asia Tenggara yang dimaksud dalam tulisan-tulisan de Graaf, Roff, dan Benda adalah wilayah-wilayah Islam di Indonesia, Malaysia (Semenanjuang dan Kalimantan Utara), Patani (Thailand), dan Mindanau (Filipina Selatan). Asia Tenggara dalam cakupan wilayah seperti itu, juga disamakan pengertiannyadengan Nusantara (Archipelago) yang mencakup wilayah yang sama pula. Sedangkan istilah dunia melayu adalah Sumatera dan Semenanjung Malaya, sebagaimana digunakan oleh Bousfield.
Marcopolo, dalam perjalanannya dari Cina menuju Persia pada tahun 1292, telah mengunjungi delapan kerajaan di Pulau Sumatera. Dari delapan Negara yang dikunjunginya, hanya satu kerajaan yan dianggapnya telah memeluk Islam, yaitu Perlak. Para pedagang Muslim mengislamkan Perak hanya di sekitar perkotaan; penduduk yang tinggal di pedalaman tetap kafir dan menyembah apa saja.
Kedatangan Islam ke Asia Tenggara terdapat tiga pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan bahwa Islam datang ke Asia Tenggara langsung dari Arab, atau tepatnya Hadramaut. Pendapat ini pertama-tama dikemukakan oleh Crawfurd (1820), Keyzer (1859), Niemann (1861), de Hollander (1861), dan Veth (1878). Hamka mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab, bukan melalui India, dan bukan pada abad ke-11, tetapi abad ke-7.
Kedua, pendapat yang menyatakan bahwa Islam datang ke Asia Tenggara berasal dari India. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Pijnapel pada tahun 1872. Ia berkesimpilan bahwa yang membawa Islam Asia tenggara adalah orang-orang Arab yang bermazhab Syafi’i dari Gujarat dan Malabar di India. Pendapat ini dikembangkan oleh Snouck Hurgronye. Ia menyatakan bahwa para pedagang kota pelabuhan Dakka di India Selatan adalah pembawa Islam ke Asia Tenggara (Sumatera). Pendapat ini kemudian dikembangkan oleh Morrison pada tahun 1951 dengan menunjuk tempat yang pasti di India, yaitu pantai Koromandel sebagai tempat bertolaknya para pedagang Muslim dalam pelayaran mereka menuju Nusantara.
Ketiga, pendapat yang mengatakan bahwa Islam yang datang ke Asia Tenggara berasal dari Benggali (kini Bangladesh). Fatimi berpendapat bahwa orang-orang terkemuka di kerajaan Pasai adalah orang-orang Benggali dan keturunannya. Pendapat ini dibantah oleh Drewes, menurutnya mazhab yang dianut di Benggali adalah mazhab Hanafi, bukan mazhab Syafi’i yang dianut oleh Muslim di Nusantara.
Islam didakwahkan di Asia Tenggara dengan tiga cara: Pertama, melalui dakwah para pedagang muslim dalam jalur perdagangan yang damai; kedua, melalui dakwah para da’i dan orang-orang suci yang datang dari India atau Arab yang sengaja ingin mengislamkan orang-orang kafir; dan ketiga, melalui peperangan dengan Negara-negara penyembah berhala.
Penetrasi Islam di Asia tenggara secara umum dapat dibagi menjadi tiga tahap: Pertama, penetrasi dimulai dengan kedatangan Islam dan ditandai pula dengan kemerosotan dan kehancuran Kerajaan Majapahit pada abad ke-14 dan ke-15. Penyebaran Islam masih relatif terbatas di kota-kota pelabuhan. Pada tahap pertama ini Islam diwarnai oleh tasawuf. Dimensi tasawuf tetap unggul dalam tahap Islamisasi, setidaknya hingga abad ke-17.
Dalam tahap pertama ini, Islam tidak langsung diterima masyarakat pada umumnya. Di Jawa misalnya, sebagian penduduk masih menganut agama nenek moyang mereka. Keadaan juga sama terjadi dengan Minangkabau yang masih kental dengan penyembahan berhala.
Salah satu tradisi belajar yang dikembangkan ketika itu adalah pengembaraan intelektual. Guru dan murid-muridnya menuntut ilmu dan mengembara dari satu surau ke surau yang lainnya atau dari pesantren ke pesantren lainnya untuk meningkatkan keislamannya. Mereka mengembara bukan hanya di sekitar Asia tenggara, tetapi juga sangat mungkin ke India, Mekah, Madinah, dan Kairo, atau tempat-tempat di Timur Tengah. Salah satu hal yang menarik adalah berkembangnya budaya menulis, salah satunya kitab berbahasa Melayu karya Nuruddin Arraniri (1686) dari Aceh yang diberi nama kitab Shirat al-Mustaqim yang kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa.
Pada abad ke-15 dan ke-16 paling tidak masyarakat Asia Tenggara memiliki tiga pilihan, yaitu: tetap berpegang teguh dengan ramuan kepercayaan Hindu-Budha dan kepercayaan lokal lainnya, masuk Islam, atau masuk Kristen.
Penetrasi Islam kedua dimulai sejak datangnya kekuasaan kolonialis di Asia Tenggara: Belanda berkuasa di Indonesia, Inggris di Semenanjung Malaya, dan Spanyol di Filipina, sampai abad ke-19. Kolonialis diidentifikasikan sebagai penjajah kafir, sehingga Islam tampil sebagai satu-satunya wadah yang mampu memberikan identitas diri dan menjadi faktor pemersatu masyarakat pribumi yang terbelah oleh berbagai faktor social dan cultural dalam menghadapi penjajahan barat.
Penetrasi Islam ketiga bermula pada awal abad ke-20, ditandai dengan “liberalisasi” kebijakan pemerintah colonial, terutama Belanda di Indonesia. Para penjajah tidak tertarik untuk mengkristenkan penduduk Nusantara, mereka semata-mata ingin mengeruk keuntungan semata. Hal ini menyebabkan Kristen tidak berkembang di Nusantara. Sementara Islam berkembang pesat karena kebijakan yang diberikan oleh mereka.

C. Islam di Cina
Cina memiliki sejarah meliputi jangka waktu lebih dari 4000 tahun, sehingga termasuk negara yang berperadaban tertua di dunia di samping India, Mesir, dan Mesopotamia. Dalam jangka waktu 4000 tahun lebih, Cina mempunyai 24 dinasti dan 2 republik, yaitu Republik Nasionalis Cina dan Republik Rakyat Cina.
T’ai tsung naik tahta pada tahun 626 M, empat tahun setelah Nabi Muhammad SAW dan sahabat- sahabatnya meninggalkan Mekkah menuju Madinah. Kira-kira pada waktu yang sama, suku-suku nomad Turki di Asia tengah berkumpul diluar tembok besar Cina untuk serbuan massal. Namun, T’ai tsung dapat mengusir mereka maka muklai muncullah migrasi menuju ke barat. Mereka adalah suku yang anak cucunya merupakan masyarakat muslim yang berbahasa turki di Cina, berbeda dengan orang-orang muslim Hui yang berbahasa Cina dari daerah selatan dan tengah.
Pada waktu T’ai tsung mempertahankan dan mempersatukan Cina, nabi muhammad SAW baru meletakkan dasar-dasar negara Islam. T’ai tsung, pada tahun 638 M, pernah menolak memberikan bantuan kepada Yazdegred yang pada waktu itu memerintah wilayah yang termasuk Iran,afganistan,dan Pakistan yang meminta pertolongan untuk melawan kekuatan baru, yaitu, orang-orang Islam tetapi penerusnya, kao tsung, menerima permintaan yang sama untuk membantu Syah Peroz, anak Yazdegred. Ia memenuhi permintaan itu karena menyadariu ancaman umat islam terhadapnya sangat serius.
Sasani dan Bizantium merupakan kekuatan besar di sebelah barat. Jauh sebelum kebangkitan islam, Sasani dan Bizantium telah datang ke istana Cina melalui jalan yang terkenal dengan jalur sutera, jalan perdagangan besar yang menghubungkan Cina dengan kontantinopel terus roma. Dinasti Cina khawatir jalan sutera yang terkenal itu akan tertutup oleh imperium islam yang semakin luas wilayahnya, setelah berhasil menundukkan Dinasti Sasani Persia. Di samping itu, Cina juga khawatir kekalahan Sasani Persia membuka kesempatan bagi suku-suku Turki yang diusir keluar dari tembok besar oleh T’ai tsung untuk memulai kembali serangannya ke Cina.
Pada tahun 651M, ketika Syah Peroz meminta bantuan kepada Kao Tsung untuk melawan bangsa Arab, Kao Tsung menerima utusan khalifah Usman Bin Affan. Utusan yang membawa hadiah cukup banyak untuk Cina itu, menginformasi bangsa arab telah memerintah selama 34 tahun dan telah mempunyai 3 raja. Setelah itu, Cina banyak memperhatikan perkembangan umat Iislam secara terus menerus. Mereka menyebut orang Arab sebagai Ta-shih dan Muawiyah sebagai mo-ee.
Pada tahun 705, Qutaibah bin Muslim menuju ke timur dari Khurasan ke Asia Tengah. Sepuluh tahun kemudian ia berhasil menundukan Bukahara, Khawarisz, Samarkand, dan sampai ke Fargana, daerah yang termasuk Asia Tengah. Menurut Al Tabari, Qutaibah berhasil melintasi pegunungan langit, benteng kokoh yang melindungi Cina dari barat. Setelah melintas Oxus, Qutaibah berusaha merebut jalur sutera tetapi penaklukan tidak berlangsung lama.
Pada tahun 750 dinasti Ummayah dijatuhkan oleh dinasti bani abbas. Satu tahun kemudian tentara muslim berhadapan dengan tentara Cina untuk pertama kalainya di Talas. Dengan bantuan orang Turki umat Islam berhasil mengalahkan tentara Cina. Sejak peristiwa itu penguasa islam terhadap asia tengah semakin kukuh.
Selama abad ke-19 terdapat pemberontakan di negeri Cina dan pemberontakan di Yunann (1855-1873) oleh penduduk muslim yang akhirnya ditumpas dengan kekejaman yang luar biasa. Setelah revolusi kebudayaan tahun 1966 umat islam yang merupakan minoritas sama sekali tidak menampakan diri. Pada awal revolusi kebudayaan mesjid dirusak, dihancurkan, atau ditutup. Demekianlah perkembangan islam di Cina.


II. ISLAM DI DUNIA DEWASA INI
Pada bagian in kita membicarakan islam kontemporer dalam perspektif studi kawasan, yaitu keadaan dan perkembangan umat islam sekarang ini di berbagai negara. untuk kepentingan analisis, negara yang dibicarakan dibatasi, yaitu Islam di Barat (Amerika Serikat), Islam di Cina, dan Islam di Asia Tenggara.

A. Islam di Amerika Serikat
Sekedar untuk mengetahui bagaimana Islam dapat berkembang di Amerika Serikat yang menurut beberapa media massa ternyata Islam di Amerika Serikat berkembang dengan pesat dan muslim menjadi pemeluk agama kedua terbesar setelah umat Kristiani, kita perlu mengetahui kapan dan bagaimana Islam masuk dan berkembang di Amerika Serikat.
Dalam mengkaji sejarah muslim Amerika Serikat, Ahmad Winters menyarankan untuk meneliti lima sumber informasi yaitu :
• Dokumen-dokumen yang ditinggalkan muslim yang dijual sebagai budak serta para pedagang budak
• Sejarah perkembangan islam di Afrika Barat
• Data statistik tentang kelompok-kelompok etnik yang dijual sebagai budak
• Wilayah-wilayah yang merupakan tempat tinggal tuam-tuan pembeli budak, dan
• Data tentang jumlah budak yang dijual ke wilayah tertentu setiap tahunnya.
Ada anggapan bahwa Muslim Amerika pertama adalah imigran Arab dari kalangan Afro-Amerika dengan cara jual beli budak. Anggapan in dibantah oleh Akbar Muhammad. Ia mencatat bahwa orang Amerika pertama yang tercatat sebagai pemeluk Islam adalah Reverend Norman, seorang misionaris gereja Metodis di Turki yang memeluk Islam pada Tahun 1870. pada decade berikutnya seorang Eropa-Amerika, Muhammad Alexander Webb memeluk islam ketika ia bertugas sebagai Konsul Jendral Amereika Serikat di Philipina pada tahun 1887. ia adalah pelopor utama yang mendirikan Organisasi Islam pertama di Amerika Serikat pada tahun 1893. Ia kemudian berperan sebagai da’i (1893) dan menerbitkan The Moeslim Word sebagai media dakwahnya.
Disamping itu, migrasi orang-orang islam ke Amerika Serikat sejak akhir abad ke-19 hingga paruh kedua abad ke-20, sekurang-kurangnya terjadi lima gelombang yaitu:
a. Pertama
Migrasi terjadi pada pada tahun 1875 hingga 1912. mereka yang bermigrasi pada umumnya adalah para pemuda desa yang tidak terpelajar dan tidak mempunyai keterampilan. Mereka berasal dari syiria, Jordania, Palestina, dan Libanon yang ketika masih berada dibawah Pemeruntahan Utsmani. Mereka bermigrasi karena keadaan ekonomi dinegrinya tidak menguntungkan dan mereka berharap mendapatkan keuntungan financial di Amerika Serikat. Pada umumnya, mereka bekerja di pabrik-pabrik dan took-toko.
b. Kedua
Migrasi terjadi pada tahun 1918 sampai 1922, yaitu setelah terjadi Perang Dunia Pertam. Mereka pada umumnya, orang-orang intelek danterdidik yang berasal dari perkotaan. Mereka umumnya adalah saudara, kawan, atau orang kenalan imigran yang telah ada di Amerika Serikat.
c. Ketiga
Migrasi terjadi tahun 1930 sampai 1938 yang terkondisikan karena kebijakan imigrasi Amerika Serikat yang memberikan prioritas kepada mereka yang keluarganya telah lebih dahulu menetap di Amerika Serikat.
d. Keempat
Migrasi terjadi pada tahun 1947 hingga tahun 1960. para imigran yang datang ke Amerika Serikat pada gelombang ini bukan saja berasal dari Timur Tengah, tapi berasal dari India, Pakistan, Eropa Timur, dan Uni Soviet. Mereka datang untuk mencari kehidupan yang lebih baik, memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, atau untuk mendapatkan latihan teknik lanjutan dan memperoleh pekerjaan secara spesialis.
e. Kelima
Migrasi dimulai pada tahun 1967 sampai sekarang. Mereka yang datang ke Amerika Serikat pada gelombang ini, selain karena alasan ekonomi, juga yang utama dikarenakan politik. Dunia arab pada masa-masa itu mengalami penderitaan karena konfrontasi dengan Israel dan konflik-konflik lainnya. Imigran Muslim ke Amerika Serikat yang populer pada gelombang ini, antara lain Fazlur Rahman dari Pakistan yang menjadi Guru Besar Universitas Chicago, Sayyed Hosein Nashr dari Iran yang menjadi Guru Besar Universitas Washington, Ismail Al-faruqi yang menjadi Guru Besar Universitas Harvard, dan lain-lain.
Cara mereka mempertahankan keislamannya telah digambarkan oleh Eric C. Lincoln dalam bukunya The Black Muslim In America. Pada awal bukunya ia menceritakan penilaian sebagian mahasiswanya terhadap ajaran Kristen. Mereka menganggap orang-orang Kristen menganggap dirinya sebagai anak Tuhan adalah orang-orang munafik. Perlakuan mereka terhadap orang-orang negro (Afro-Amerika) tidak adil. Lincoln menjelaskan, mahasiswanya beranggapan bahwa islam adalah satu-satunya agama yang dapat memberi martabat dan harga diri terhadap orang-orang negro. Karena itulah, ajaran Drew Ali dan Maecus Gavey mendapat sambutan yang antusias dari kalangan Afro-Amerika. Diantara ajaran Noble Drew Ali adalah sebagai berikut :
a. Budha, Confusius, Zoroaster, Jesus dan Muhammad adalah nabi.
b. Oarang-orang Afro-Amerika dianggap sebagai bangsa Asia dari keturunan Muhabites dan Cannanites (sekarang jordan).
c. Islam adalah agama yang secara alamiah di peruntukan bagi bangsa Asia, sedangkan kristen adalah agama bangsa Eropa.
d. Orang-orang Afro-Amerika hendaklah menghindarkan kontak yang tak perlu dengan orang-orang Eropa-Amerika.
e. Neraka itu tidak ada, syurga adalah suatu keadaan jiwa.

Gerakan agama tersebut kemudian dilanjutkan oleh Ellijah Muhammad, namanya sebelum menjadi muslim adalah Elijah Poole. Kemudian dia mengklaim dirinya sebagai Rasul ( Messenger of Allah), dan mengklaim bahwa ajarannya berasal dari imam mahdi Fard Muhammad. Ajaran Elijah Muhmmad menggunakan konsep kristen tentang Tuhan dan inkarnasi. Tuhan menampakan diri sebagai manusia untuk mengrekrut para pengikut dan utusannya. Ajaran Elizah Muhammad membangkitkan semangat orang-orang negro dan membangkitkan kesadaran untuk melepaskan diri dari dunia perbudakan dan kehinaan kedunia yang diliputi oleh kebebasan (freedom), keadilan (justice), persamaan (equality), dan persaudaraan (brother hood).
Amerika Serikat kini sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial yang serius. Menurut Ahmed Hosen Deedat, persoalan yang dihadapi amerika Serikat itu, seperti para gay, pemabuk, surplus kaum wanita, pemerkosaan dan pembunuhan. Tidak ada orang Amerika yang dapat menjadi walikota di New York, Los Angeles,atau San Fransisco, tanpa dukungan kaum gay di kota-kota tersebut. Amerika kini memiliki 11juta pemabuk (problem drinkers) di tambah lagi 40 juta peminum berat. Orang-0rang amerika sedang mencari jalan keluar dari persoalan-persoalan tersebut, diantaranya dengan terbentuknya sekte-sekte agama, seperti Sun Meong Moons (pria Korea yang mengaku menjadi Kristus kedua), Father Devine (seorang Negro Amerika yang mengaku dirinya tuhan), Ref. Jim Jones (yang mempraktikan cara memuja dengan bunuh diri), Klu Kluks Klan (gerakan hare krisna, kelompok pemuja setan).
Islam dapat memberikan jalan keluar kepada orang-orang Amerika. Akan tetapi siapa yang cocok untuk melakukan Islamisasi di Amerika? Menurutnya, yang cocok untuk melakukan Islamisasi di Indonesia adalah Afro-Amerika. Karena tekanan yang mereka alami selama kurang lebih tiga abad, telah menjadikan mereka komunitas muslim paling militan di dunia.
Usaha lain yang dilakukan oleh masyarakat Muslim dalam memperkenalkan Islam di California adalah dengan mendirikan perpustakaan dengan nama Muslim Public Library. Perpustakaan ini dimaksudkan untuk studi keagamaan, penyesuaian kebudayaan Amerika bagi keluarga Muslim, dan memperkenalkan non-Muslim pada Islam yang sering digambarkan sebagai agama teroris, terlebih setelah tragadi WTC.
Baru-baru ini saja terdapat aksi bakar Al-Qur’an di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2010 yang dilakukan Pendeta Bob Old dan Pendeta Danny Allen. Mereka menganggap kitab suci Al-Quran berisikan kebencian, bukan cinta. Namun hal ini tidak mempengaruhi Islam di Amerika Serikat. Aksi kedua pendeta tersebut pun tidak didukung oleh umat Kristen lainnya yang menghargai keberadaan Islam.

B. Islam Di Cina
Pada bagian sebelumnya kita telah membahas mengenai Islam di Cina dari aspek sejarahnya, yaitu proses Islam datang dan perkembangannya hingga zaman revolusi kebudayaan (1966). Pada bagian ini kita akan membahas mengenai Islam di Cina pasca revolusi kebudayaan.
Di Cina dewasa ini, agama Islam bukan hanya tetap hidup, tetapi juga berangsur-angsur berkembang. Di Lanzkou, di tepi Sungai Kuning, tempat asal kenudayaan Cina, sebuah masjid dan madrasah berdiri berdampingan dengan pagoda-pagoda Budha di tanah lapang pagoda putih, ratusan orang Cina setiap pagi menggerakan badannya untuk melakukan latihan Tai Ji (gerak badan harian) sebagai pemuda-pemudi Muslim mulai belajar dan melaksanakan salat. Di Xian (dulu Chiang-an) terdapat masjid agung, masjid terbesar di Cina yang memamerkan peninggalan-peninggalan nasional Cina.
Statistik pemerintah menunjukkan jumlah Muslim Cina tak kurang dari 14 juta orang, tetapi diperkirakan lebih dari itu. Setelah berakhirnya zaman Revolusi Kebudayaan (1966), masjid mulai dibuka kembali dan diperbaiki. Al-Qur’an yang dulu dihancurkan oleh Pertahanan Sipil Merah yang memimpin revolusi itu, dicetak kembali dan dibagikan secara gratis oleh pemerintah. Begitu pula di Umruqi, tiga dari 20 masjid diperbaiki kembali, dan Al-Qur’an dijual di salah satu pelataran masjid.
Sekitar 500 sampai 600 jamaah mengambil bagian pada salat Jum’at di Niu Ji, Majid terbesar dari 40 Masjid yang dipergunakan muslim di Beijing yang berjumlah 180.000 orang. Di tempat-tempat lain, seperti Kashi (Kashgar), Aksu, Kuga (Kucha), Hami, Turpan, Hotan (Khoton), dan Corridor (Kansu) dapat terdengar suara azan dan orang-orang terlihat melakukan salat berjamaah.
Umat Islam di Cina sekarang ini memperoleh sikap toleransi dari agama-agama lain. Di daerah yang mayoritas muslim, ternak babi dilarang, orang muslim mendapatkan tempat pemakaman tersendiri, orang-orang muslim melakukan pernikahan di muka Imam, buruh-buruh muslim diberikan jatah libur selama hari besar Islam, dan terdapat restoran yang menyediakan makanan halal bagi muslim. Sebagian muslim di Cina bekerja sebagai petani atau penggembala ternak.
Di samping memperoleh kebebasan beragama, umat Islam di Cina sekarang ini juga memperoleh kebebasan berpartisipasi dalam pemerintahan. Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah Cina memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk mengamalkan agamanya dan mereka dapat berpartisipasi dalam bidang politik, ekonomi, dan kebudayaan.

C. ISLAM DI ASIA TENGGARA
Secara umum, umat Islam di Indonesia dapat dikategorikan menjadi dua. Pertama, umat Islam sebagai warga mayoritas, seperti di Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kedua, umat islam sebagai warga minoritas, seperti di Singapura, Thailand, dan Filipina. Thailand mayoritas rakyatnya beragama Budha, dan Filipina mayoritas rakyatnya beragama Katolik.
Sosial keagamaan bangsa-bangsa Asia Tenggara memiliki kesamaan: Pertama, dominannya mazhab Syafi’i di bidang fikih. Di Indonesia sendiri, ketergantungan terhadap mazhab Syafi’i dalam hal fikih memberikan pengaruh bagi umat muslim Indonesia. Pemikiran umat muslim menjadi terbatasi, karena ketergantungan terhadap mazhab.
Kedua, perselisihan internal antara apa yang disebut “tradisi kecil” dengan “tradisi besar” walaupun dengan derajat intensitas yang berbeda. Di Malaysia dan Muangthai, tradisi kecil diwakili oleh praktik-praktik sufi. Tradisi-tradisi ini sebagai praktik mistik, ibadah malam di daerah pedalaman, pengasingan diri, dan zikir. Praktik-praktik seperti ini pun menyerupai kebatinan di Indonesia. Di Singapura, tradisi sufi tidak diterima oleh masyarakat. Kehidupan modern membuat mereka berpikir lebih rasional.
Jumlah kaum muslimin di Thailand tidak lebih dari 10% dari total 65 juta penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Buddha. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani. Pusat dakwah Islam terbesar di Bangkok terletak di Islamic Center Ramkamhaeng. Hampir semua aktivitas keislaman, mulai dari pengajian, layanan pernikahan, sampai dengan pasar makanan halal bisa ditemukan di sini. Islamic Center Ramkamhaeng berjarak sekitar 2 KM dari kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di jalan Petchburi.
Muslim Patani di Thailand tampak memperlihatkan ketidakpuasannya terhadap sistem politik yang ada. Umat Islam Patani tidak diberi kesempatan untuk terjun ke bidang politik, ekonomi, dan budaya. Bahkan Identitas Melayu patani dilenyapkan. Identitas Melayu yang identik dengan Islam diganti dengan gelar “Bangsa Thai Muslim” .
Di Asia Tenggara terbentuk organisasi keagamaan yang mengatasi kepentingan umat Islam. Kini terbentuk organisasi hokum Islam di Asia Tenggara yang menyebut dirinya East Asian Shari’ah Law Association / SEASA-Perhimpunan Ahli Syariah se-Asia Tenggara) yang didirikan tanggal 11 Agustus 1983 di Manila, Filipina. Selain SEASA, terdapat pula siding menteri agama dan pajabat tinggi agama ASEAN yang membahas tentang makanan umat Islam. Sidang ini disebut MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
Di Negara-negara minoritas penduduknya Islam, pengadilan agama hanya menangani perkara-perkara hokum kekeluargaan. Di Thaliand, urusan agama dan adat melayu di tangan-tangan orang melayu sendiri, sementara hokum sipil dan pidana berada di bawah yurisdiksi pemerintahan pusat. Di Filipina, kedudukan pengadilan agama cukup baik, karena Mahkamah agung Negara itu telah mengeluarkan peraturan yang khusus mengatur mekanisme yang berlaku bagi Peradilan Agama. Sedangkan pada tahun 1975 di Singapura, dibentuk undang-undang mengenai dana pembangunan masjid.


Selengkapnya...

Tuesday, January 4, 2011

DAULAH BANI ABBASIYAH


A.  Asal Mula Daulah Bani Abbasiyah

Daulah Bani Abbasiyah yang didirikan pada tahun 132 H / 750 M oleh Abdullah al-Saffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Gerakan bani Abbas pada waktu itu yang dipimpin oleh Ibrahim Al Imam melakukan gerakan diam-diam atau rahasia yang berpusat di Khurasan. Dengan pimpinan panglima perang yang bernama Abu Muslim Al Khusrasany, Bani Abbas dapat menguasai daerah Khurasan dan Kufah. Setelah Kufah dapat dikuasai sepenuhnya, diangkatlah Abul Abbas menjadi Khalifah pertama pada tahun 132 H / 750 M. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Daulah Bani Umayyah pada saat itu. Dinamakan kekhalifahan Daulah Abbasiyah, karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas, paman Nabi Muhammad SAW.[1]

Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. memiliki lima periode yaitu :
1.      Periode pertama 132 H – 232 H sebagai pengaruh Persia pertama.
2.      Periode kedua 232 H – 334 H di sebut masa pengaruh Turki pertama.
3.      Periode ketiga 334  – 447 H masa kekuasaan Dinasti Buwaih.
4.      Periode keempat 447 H – 590 H masa kekuasaan dinasti Saljuk.
5.      Periode kelima 590 H – 656 H masa khilafah bebas dari dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya di sekitar Baqdad.[2]

B. Khalifah-Khalifah Bani Abbas

1.      Abul Abbas Assafah (132 – 136 H / 750 – 754 M)
Abul Abbas Assafah memusatkan siasat pemerintahannya untuk mengukuhkan kekuasaannya dengan jalan melakukan tindakan tangan besi terhadap lawan politiknya, yaitu Bani Umayyah. Keluarga Bani Umayyah beserta pendukungnya ditumpas. Abul Abbas Assafah menetapkan kota Anbar menjadi ibu kota pemerintahan dan diberi nama Hasyimiyah. Ia meninggal pada tahun 136 H / 754 M.

2.      Abu Ja’far Al Manshur   (136 – 158 H / 754 – 775 M)
Usaha Abul Abbas Assafah dalam menegakkan kestabilan dan keamanan dalam negeri dilanjutkan oleh Abu Ja’far Al Manshur dengan cara menumpas pendukung Bani Umayyah serta para pembantunya, seperti Abdullah bin Ali di Siria dan Shalih bin Ali di Mesir, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya.
Setelah keamanan dalam negeri terjamin dengan baik, Abu Ja’far Al Manshur mulai memajukan ilmu pengetahuan dengan jalan menerjemahkan buku-buku dari bahasa Yunani, Persia, Siria, dan India ke dalam Bahasa Arab, terutama di bidang kedokteran, astronomi, dan ilmu pasti. Abu Ja’far mendirikan kota Baghdadkota pemerintahan termasyhur di Timur dan sebagai pusat berkembangnya ilmu pengetahuan. Di samping itu, beliau mendirikan jawatan kehakiman, kepolisian, pajak, dan pos untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan di seluruh daerah. Beliau dapat menguasai Afrika Utara, namun tidak dapat menundukkan kekuasaan Bani Umayyah di Spanyol karena terlalu jauh dari pusat pemerintahan. sebagai ibu
Kekuasaan Bani Umayyah pun dibangun kembali oleh Abdurrahman Ad Dakhil di Spanyol pada tahun 138 H / 575 M. Pemerintahan baru itu dengan ibu kota Cordova. Kedua kerajaan ini pun bersaing dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban untuk mempercepat tercapainya zaman keemasan bagi umat Islam di kedua kerajaan tersebut.

3.      Al Mahdi (158 – 169 H / 775 – 785 M)
Setelah ayahnya Al-Mansyur meninggal maka Al-Mahdi naik tahta. Baru saja menjabat ia memerintahkan membuka pintu penjara dan melepaskan orang-orang hukuman politik, yang tidak dilepaskan hanya orang-orang penjahat, pembunuh dan perampok. Pada zaman ini pertumbuhan perekonomian meningkat disektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, besi. Pada masa pemerintahannya ia melakukan pembangunan-pembangunan penting seperti memperluas Masjidil Haram, memberi bantuan tetap kepada fakir miskin, memperbaikki jalan antara Madinah, Mekah, dan Yaman.
4.      Musa Al Hadi  (169 – 170 H / 785 – 786 M)
Masa pemerintahan Al Hadi hanya berjalan tidak lama. Dia banyak menghadapi pemberontakan dari kaum Syiah, Khawarij, dan golongan Zindiq (atheis), tetapi semua dapat diatasi olehnya.

5.      Harun Al Rasyid  (170 – 193 H / 786 – 809 M)
Harun Al Rasyid terkenal dalam sejarah sebagai seorang khalifah yang penuh wibawa, dicintai rakyatnya, dan disegani oleh lawan dan kawan. Beliau sangat mencintai ilmu dan kebudayaan, bijaksana, dan penuh inisiatif untuk memajukan kerajaan yang sangat luas itu sehingga tercapailah suatu kemajuan dan kejayaan yang sangat gemilang.
Kota Baghdad yang disebut kota seribu satu malam mencerminkan kemakmuran dan kemajuan pemerintahan Harun Al Rasyid, di mana-mana terdapat masjid-masjid besar, megah serta penuh ukiran yang indah. Di seluruh pelosok kota terdapat gedung-gedung yang megah, jalan-jalan yang teratur rapi, gedung kesenian, teropong bintang, dan lain sebagainya.
Kemakmuran rakyat tercapai dengan merata. Rakyat hidup dengan aman, makmur, sejahtera. Ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh dengan baik. Di sekeliling Khalifah berkumpul para ahli ilmu sastra, budaya, dan agama. Kemajuan materiil yang tumbuh pesat diimbangi dengan kemajuan bidang spiritual. [3]

6.      Abdullah Al Amin (193 – 198 H = 809 – 813 M)
Al Amin adalah putera mahkota yang diwasiatkan oleh Harun Al Rasyid sebagai penggantinya. Dalam wasiat disebutkan bahwa setelah Al Amin meninggal, ia digantikan oleh adiknya (lain ibu) Al Makmum. Karena ulah seorang wazir (menteri) yang bernama Fadlal bin Rabi, kedua saudara itu dapat dihasutnya untuk saling berperang. Terjadilah perang saudara yang berakhir dengan kemenangan Al Makmum.

7.      Abdullah Al Makmum (198 – 218 H = 813 – 833 M)
Khalifah Al Makmum bersikap lebih dekat dengan golongan Alawiyah sehingga berhasil mengurangi rongrongan dari Syiah . Dia juga terus melanjutkan perhatian khusus terhadap berbagai bidang yang dapat mendorong kemajuan Islam.
8.      Al Mutashim (218 – 227 H / 833 – 842 M)
            Al-Mutashim memberi peluang besar orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Siasatnya mnimbulkan kebencian dari pihak Arab dan Persia sehingga membuat lemahnya pengaruh khalifah. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangan kuat.

9.      Harun Al Watsiq (227-232 H / 842-847 M)
            Di zaman ini perpecahan di kalangan kerajaan Islam bertambah parah sebagai akibat politik yang dijalankan oleh Al Mutasim. Banyak provinsi yang memberontak dan tidak lagi mengakui pemerintahan pusat, seperti Hijaz, Siria, Mosul, dan Bagdad sendiri. Kesempatan itu digunakan sebaik mungkin oleh bekas-bekas budak dari Turki yang diangkat menjadi tentara. Mereka melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap penduduk.

C. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah

            Pada masa Daulah Abbasiyah luas kekuasaan Islam semakin bertambah dan Baghdad sebagai pusat pemerintahannya. Perluasan kekuasaan dan pengaruh Islam bergerak ke wilayah Timur Asia Tengah dari perbatasan India hingga ke Cina. Wilayah kekuasaan Islam amat luas yaitu meliputi wilayah yang telah dikuasai oleh Bani Umayah antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir, Tunisia, Aljazair, Maroko, Spanyol, Afganistan, dan Pakistan. Daerah-daerah tersebut memang belum sepenuhnya berada di wilayah Bani Umayah, namun di masa kekuasaan Bani Abbas perluasan daerah dan penyiaran Islam semakin berkembang, sehingga meliputi daerah Turki, Armenia, dan sekitar Laut Kaspia. [4]
Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Ummayah dengan Bani Abbasiyah. Di samping itu ada pula cirri-ciri yang menonjol pada dinasti Abbasiyah yang tidak terdapat di zaman Bani Ummayah, yaitu :
1.      Berpindahnya ibu kota ke Baqhdad sehingga pemerintah Bani Abbas tidak terpengaruh dengan Arab. Sedangkan Bani ummayah sangat berorientasi kepada Arab.
2.      Dalam penyelenggara pemerintahan Bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen.
3.      Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa Bani Abbas, yang tidak ada di zaman Bani Ummayah. [5]
            Bani Abbasiyah mampu mengembangkan dan memajukan peradaban Islam, sehingga daulah ini mencapai puncak kejayaannya. Karena para penguasanya banyak memberikan dorongan kepada ilmuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam segala bidang kehidupan.
            Kemajuan itu antara lain disebabkan sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam mengatasi berbagai persoalan, kebijaksanaan itu antara lain ialah:
1.      Para khalifah tetap keturunan Arab sedangkan para menteri, gubernur, panglima perang, dan pegawai diangkat dari bangsa Persia.
2.      Kota Baghdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan seperti ekonomi, politik, social, dan budaya.
3.      Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat mulia dan berharga. Para khalifah membuka kesempatan pengembangan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.
4.      Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang, seperti ibadah, filsafat, dan ilmu pengetahuan.
5.      Para menteri keturunan Persiadiberi hak penuh menjalankan pemerintahan, sehingga mereka memegang peranan penting dalam memajukan kebudayaan Islam.
6.      Berkat usaha khalifah yang sungguh-sungguh dalam membangun ekonominya, mereka memiliki pembendaharaan yang cukup berlimpah.
7.      Dalam pengembangan ilmu pengetahuan para khalifah banyak mendukung perkembangan tersebut sehingga banyak buku-buku yang dikarang dalam berbagai ilmu pengetahuan.[6]



D. Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

1.      Kota-Kota Pusat Peradaban
Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Bagdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Di kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kotaSamarra terletak di sebelah timur sungai Tigris, yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.

2.      Bidang Pemerintahan
Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan negara. Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir (perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja, karena para gubernur di daerah-daerah telah menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh. Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.
Dalam pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat, gubernurnya bergelar Amir / Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam, yaitu ; Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Kepada wilayah / imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh. [7]
Selain hal tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani tentara. Kholifah juga membentuk Baitul Mal / Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara khususnya. Di samping itu juga kholifah membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah dalam urusan hukum.

3.      Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan
a.       Madrasah, didirikan pertama kali oleh Nizamul Mulk. Terdapat di kota Bagdad, Balkan, Muro, Tabrisan, Naisabur, Hara, Isfahan, Mausil, Basrah, dan kota-kota lain.
b.      Kuttab, yaitu tempat belajar bagi pelajar tingkat rendah dan menengah.
c.       Masjid Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ahli fakir, dan para sarjana untuk menseminarkan masalah-masalah ilmiah.
d.      Masjid, biasanya digunakan untuk belajar bagi pelajar tingkat tinggi dan takhassus.
e.       Baitul Hikmah, merupakan perpustakaan pusat, dibangun oleh Khalifah Harun Al Rasyid.
f.        Masjid Raya Cordova, dibangun pada tahun 786 M.
g.       Masjid Ibnu Toulon, di Kairo dibangun pada tahun 786 M.
h.       Istana Al Hamra, di Cordova.
i.         Istana Al Cazar, dan lain-lain.

4.      Bidang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu ‘aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi. Berikut ini ialah Tokoh-tokohnya:
  1. Ilmu Filsafat
·        Al Kindi (194 – 260 H / 809 – 873 M)
·        Al Farabi (wafat tahun 390 H / 916 M)
·        Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
·        Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)
·        Ibnu Shina (370 – 428 H / 980  – 1037 M).
·        Al Ghazali (tahun 450 – 505 H / 1058  – 1101 M)[8]
·        Ibnu Rusyd (520 – 595 H / 1126 – 1198 M)

  1. Bidang Kedokteran
·        Jabir bin Hayyan (wafat 161 H / 778 M) dianggap sebagi bapak ilmu Kimia.
·        Hunain bin Ishaq (194 – 264 H / 810 – 878 M) ahli mata yang terkenal.
·        Thabib bin Qurra (221 – 228 H / 836 – 901 M)
·        Ar Razi (251 – 313 H / 809 – 973 M)
  1. Bidang Matematika
·        Umar Al Farukhan, Insinyur arsitek pembangunan kota Bagdad.
·        Al Khwarizmi, pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar) ahli matematika terkenal.
·        Banu Nusa, menulis banyak buku dan ilmu ukur.
  1. Bidang Astronomi
·        Al Fazari, seorang pencipta astrobole, yaitu alat pengukur tinggi dan jarak bintang-bintang.
·        Al Battani, terkenal dalam ilmu perbintangan.
·        Al Fargoni, membangun beberapa observatorium di Baghdad.
  1. Farmasi dan Kimia
·        Ibnu Baithar, ahli obat-obatan, makanan atau gizi.
  1. Ilmu Tafsir
·        Ilmu tafsir bil ma’tsur, yaitu Al-Quran yang ditafsirkan dengan hadits-hadits. Tokohnya ialah Ibnu Jarir al Thabari, Ibnu Athiyah al Andalusi, Al Sudai, dan Muqotil Ibnu Sulaiman.
·        Ilmu tafsir bin ro’yi, tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan akal pikiran. Tokoh-tokohnya ialah  Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad, Ibnu Jaru Al Asadi, Abu Yunus Abdussalam.
  1. Ilmu Hadits
·        Imam Al Bukhari (194 – 256 H), karyanya ialah Shahih Al Bukhari.
·        Imam Muslim (wafat 261 H), karyanya ialah Shahih Muslim.
·        Ibnu Majah, karyanya ialah Sunan Ibnu Majah.
·        Abu Dawud, karyanya ialah Sunan Abu Dawud.
·        An Nasai, hasil karyanya ialah Sunan An Nasai.
  1. Ilmu Kalam
·        Jabariyah, tokohnya ialah Jahm bin Sofyan dan Ya’du bin Dirham.
·        Qodoriyah, tokohnya Ghilan Al Dimasyqy, Ma’bad Al Juhaini.
·        Mu’tazilah, tokohnya Washil bin Atha’.
·        Ahlus Sunnah, tokohnya Abu Hasan Al Asy’ary, Al Ghozali.
  1. Ilmu Bahasa
·        Sibawaih (wafat tahun 183 H)
·        Al Kisai (wafat tahun 198 H)
·        Abu Zakariya Al Farra (wafat tahun 208 H)

E.   Kehancuran Daulah Abbasiyah

Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok yang tidak senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga, kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali, sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Ada dua faktor penyebab runtuhnya Daulah Bani Abbasiyah:
  1. Faktor Internal
·        Kemerosotan ekonomi, mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.
·        Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.
·        Konflik keagamaan, antara muslim dan zindiq (atheis), Ahlussunnah dengan Syiah, serta antara Mu’tazilah dengan Salaf.
·        Persaingan antar bangsa. Bangsa Arab bersaing dengan Persia, dan Turki yang pada akhirnya menimbulkan perpecahan.
·        Pengaruh dari Mamluk, Bani Buwaih, serta Bani Seljuk.
·        Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
·        Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.
  1. Faktor Eksternal
·        Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
·        Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur leburkan kota Baghdad. [9]
Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak daulah kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 - 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan. Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk". [10]
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.



[1] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 39
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada), hal 50
[3] Soepardjo, Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam, (Solo, Tiga Serangkai) hal 118
[4] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 43
[6] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 40
[7] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik Pusaka), hal 39
[8] Termasuk ke dalam tokoh yang mengembangkan ilmu tasawuf.
[9] Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah (Solo, Tiga Serangkai) hal 40
Selengkapnya...